klik google adsense

Sabtu, 22 Februari 2014

MENDIDIK ORANG TUA SEBELUM MENDIDIK ANAK

wow.

setelah 3 tahun ga aktif. akhirnya gw coba nulis lagi di blog gw. maklumlah. gue lagi coba coba tekunin bidang network. sibuk ujian kerja sana sini, tender tender proyek. akhirnya blog ga ke urus deh.
wokeh ... sekarang gw mau coba menulis sesuatu. kira kira apa ya.. kalau gw menulis masalah tekhnis networking, gue ngerasa belum cukup ilmu dan juga ga  semua orang akan ngerasain manfaatnya.  gimana kalau gue nulis tentang mendidik anak, meskipun di umur gw yang kepala 3 ini masih belum merried juga (hiks hiks...) tapi gw ada banyak pemikiran tentang gimana sih sebenarnya kelakuan bandel anak kecil itu.

berawal dari adik temen gue yang zuper badung bin nakal yang pada beberapa tahun lalu terancam gagal naik kelas 4 SD. sampai-sampai guru si A (nama di samarkan hehehe..) harus di kasih "saweran" dulu untuk naekin kelasnya A hahahha... 

mungkin sebagian orang  akan berpikir bahwa A sudah hopeless, bodoh, nakal yang tidak punya masa depan cerah tapi gue berkata lain. gue punya prinsip bahwa semua anak yang sehat secara mental PASTI memiliki kecerdasan yang sama hanya saja bidangnya yang berbeda. karena andaikata semua anak memiliki kecerdasan di bidang yang sama. ya... tentu semua orang sekarang pasti berprofesi yang sama. semuaaaaanya jadi dokter. ga ada mekanik, ga ada pilot ga ada network engineer (hehehe....) etc. semua nya jadi dokter dokter dan dokter atau jadi pelukis pelukis dan pelukis. laaahhh kalau bgitu yang suply makanan buat manusia sapa doong.

kebanyakan orang dewasa mematok (penilaian) anak dengan membanding-bandingkan dengan anak orang lain. itu pasti gw bantah karena jelas SALAH !  setiap anak tidak bisa di banding-banding kan antara satu sama lain. masing-masing punya bakat terpendam di bidangnya dan  adalah tugas elo semua untuk menilai dan mengarahkan. apa bakat anak tersebut.

dulu gw pernah dengar cerita tentang orang tua yang hebat. ketika menerima raport dari sekolah si ortu mendapati nilai matikamatika anaknya jeblok merah tapi nilai menggambarnya zangat zangat zuperb. singkat kata, di kursuskan lah si anak oleh orang tuanya justru ke jurusan seni. tanpa mempermasalahkan nilai sains anaknya yang jeblok dengan santai si ortu berkata "anak ku sangat berbakat di bidang seni"

kembali ke masalah si A, 
singkat kata singkat cerita. datanglah gue menjadi pendidik matikamatika A. sang Ibu yang sudah pasrah menyerahkan sepenuhnya pendidikan anaknya ke gue. hehehe.. memang tidak salah pilih guru (cie cie cie... bangga narsis). dalam setahun saja si A bisa gue sulap menjadi salah satu jawara matikamatika di kelas tercepat dan terakurat. yang dulu nilainya beti dengan Nobita, setelah setahun di tangan gue berubah drastis dengan nilai minimal kisaran 80 sampai 85 (skala 100). dan ternyata pola ajaran matikamatika gue secara ga langsung dan tanpa disadari A ikut mengubah pola pikir A terhadap mata pelajaran lain. sehingga A sering banget masuk ranking 10 besar.

apa masalah yang mau gue angkat dari sini ?!
bahwa gue memiliki bakat mengajar ?! ya tentu bukan itu.
bahwa si A berhasil setelah "Les" privat dengan gue ?! juga bukan itu.
bahwa metode pengajaran gue yang bagus ?! hhmm... tipis tipis dengan tujuan cerita gue.

gue cuma mau nunjukin bahwa setiap anak yang bahkan sudah di-"vonis" bodoh oleh guru sekolahnya sampai tidak di naik-kan kelasnya, sebenarnya punya kemampuan sama dengan anak-anak lain. hanya saja mungkin si guru tidak tau cara mendidik A, dan kebetulan metode si guru hanya cocok dengan anak lain selain A. ini tentu berlaku untuk orang tua di rumah.

banyak yang tidak sadar bahwa semua anak sudah belajar dari pertama lahir ke dunia ini. belajar mengeja, mengucap, meniru, berjalan, berlari, pokoknya belajar semuanya... dan ironi nya malah banyak orang tua menilai bahwa "explorasi" anak saat merusak barang adalah sebuah kenakalan. itu jelas salah mas bro !

saat anak merusak dan di ikuti dengan omelan orang tua.
gue justru lebih takut anak bakal berhenti berlajar ber-explorasi ketimbang materi yang dirusak si anak. gue lebih memilih mendiamkan "sifat merusak" anak atau malah ikut "membantu" sambil mengarahkan dan saat anak merusak barang (baca:belajar).

adalagi ketika anak meminta sambil menangis.
orang tua yang sudah tidak tahan pasti langsung menuruti anak agar segera diam. kalau gue,, pasti gue biarin si anak nangis. karena memang cara meminta nya yang jelas salah. gue ga mau anak gue sampai besar terus meminta sambil menangis. gue lebih suka anak gue mendapatkan sesuatu karena kerja kerasnya sendiri. bukan karena mental nya yang bagus sebagai pengemis.

jadi menurut gue.
ada baiknya orang tua belajar mendidik diri sendiri dulu sebagai orang tua sebelum mendidik anak sebagai "calon orang dewasa". banyak referensi dan langkah2 tepat di internet tentang bagaimana menyikap anak yang sedang "belajar".

akhirnya tulisan gue selesai juga setelah 3 tahun vakumkliner.
semoga bermanfaat 


salam











Tidak ada komentar:

Posting Komentar